KOMPAS.com - Mari kita melakukan refleksi diri sejenak. Apakah Anda termasuk orang yang yakin bahwa tahun ini pekerjaan, keluarga, ekonomi, sosial, dan politik akan menjadi lebih baik? Atau, sebaliknya meyakini bahwa situasi akan semakin sulit dan bertambah sulit?
Kita tahu namun seringkali lupa betapa keyakinan akan mempengaruhi hal-hal yang terjadi pada diri kita. Orang yang meyakini bahwa dirinya memiliki hal-hal positif pada dirinya, pasti melihat masa depan dengan lebih optimis dan bersemangat, ketimbang orang yang meyakini bahwa dirinya memiliki kualitas bodoh atau malas. Sadarkah kita bahwa keyakinan adalah bahan penting dalam ramuan pengembangan pribadi kita? Bagaimana keyakinan kita terhadap kinerja perusahaan, kebijakan yang dibuat pimpinan kita, kebijakan pemerintah, serta aksi politik para pejabat? Perlukah kita memupuk keyakinan?
Semua tingkah laku kita dilatarbalakangi oleh tumpukan keyakinan yang kita pegang. Ketika belajar melompat dari papan 4 meter di kolam renang, kita yakin bahwa kita akan selamat, bahkan menikmati pengalaman tersebut. Saat memilih sekolah, kita tentu mengikuti keyakinan bahwa sekolah tersebut akan memberi bekal ilmu yang kita butuhkan. Begitu pula saat memilih karyawan, juga pemimpin.
Kita tentu memilih seorang karyawan atau pemimpin karena keyakinan kita bahwa ia memiliki kualitas-kualitas diri positif yang akan bisa membawa kemajuan bagi organisasi, juga bangsa. Keyakinanlah yang memberi kekuatan untuk mengambil risiko, bertindak dan membuat keputusan. Keyakinan terkadang bekerja seperti “magic”. Saat kita sakit, kemudian pergi ke dokter langganan, seringkali kita langsung merasa sembuh meskipun belum diperiksa.
Hanya dengan keyakinan positif kita berani menggantungkan nasib kita kepada banyak orang di sekitar kita, seperti supir taksi, guru sekolah, penjual makanan, karyawan, dan pemerintah. Mengapa kita tidak terus mengembangkan dan menularkan keyakinan positif pada diri kita dan lingkungan kita, jika kita mengetahui bahwa keyakinan positif akan membawa kebaikan bagi kita semua?
Dampak keyakinan
Pada suatu masa, manusia pernah meyakini bahwa bumi merupakan pusat tata surya. Belakangan disadari bahwa keyakinan itu keliru. Banyak keyakinan yang salah, padahal sudah dianut oleh manusia selama berabad-abad. Ketika Columbus mengungkapkan bahwa bumi itu bulat, semua orang pada masa itu mencemooh. Belakangan baru kita ketahui kebenaran dari apa yang diyakini oleh Columbus.
Keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan seseorang tidak selalu benar -atau, keyakinan semata bukanlah jaminan kebenaran. Berarti, keyakinan yang kita miliki juga harus senantiasa dievaluasi dan diuji agar tidak menyesatkan dan menjerumuskan kita ke dalam sikap, tindakan, dan pengambilan keputusan yang keliru.
Banyak orang mempertahankan sistem pembayaran tradisional karena tidak meyakini penggunaan e-banking atau bahkan m-banking. Keyakinan yang sifatnya emosional ini bahkan bisa memengaruhi orang saat bekerja. Bila seseorang yakin bahwa hitungannya sering salah, maka ia melakukan penghitungan berulang-ulang. Sebaliknya orang yang yakin bahwa ia telah bekerja dengan hati-hati dan menghasilkan hitungan yang benar, bisa menghemat banyak waktu karena tidak perlu selalu melakukan kerja ulang. Oleh sebab itu, perubahan perlu dilakukan tidak sebatas level tindakan, tapi mulai dari keyakinan yang paling dalam.
Bagaimana dengan keyakinan kita dalam berprofesi? Di universitas, tak jarang para senior menularkan sikap skeptis yang mempertanyakan alat, teori, bahkan praktik yang akan diimplementasikan. Hal ini tentunya wajar, asalkan berakhir pada keyakinan berprofesi yang tepat dan berguna. Namun, sangat menyedihkan bila melihat banyak profesi yang ditinggalkan para sarjananya, karena tidak yakin akan manfaatnya, baik dalam kehidupan profesional maupun pribadi. Bukankah hal ini berdampak sangat besar sehingga bisa mematikan industri? Universitas memang perlu menjadi lembaga di mana keyakinan berprofesi tumbuh subur, namun individu pun mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan keyakinan tentang apa yang dilakukannya, berlatih sampai kemudian menjadi ahli dan piawai.
Keyakinan positif adalah pilihan
Kita seringkali dihadapkan pada situasi yang tidak bisa kita pilih. Kita tidak bisa dengan mudah memilih untuk pindah ke kota lain. Kita tidak bisa dengan mudah memilih untuk ganti pekerjaan. Kita juga seringkali tidak bisa leluasa memilih rekan kerja, klien, ataupun atasan kita. Tetapi, kita perlu ingat bahwa kita bisa memilih emosi kita, apalagi keyakinan. Begitu kita menanamkan keyakinan, kita akan berfokus pada apa yang bisa dikerjakan dan apa yang mungkin terjadi. Saat kita menumbuhkan keyakinan positif, hambatan dan penyimpangan akan kita hayati sebagai bagian dari tantangan. Pendapat kita bisa dianggap remeh atasan, bisa juga tidak disetujui. Namun bila kita memiliki keyakinan bahwa ide dan pendapat kita bertujuan baik dan bermanfaat, tentu kita bisa bertahan, tetap tegar, dan bersikap positif.
Sangat disayangkan melihat dalam banyak situasi masyarakat kita tumbuh dalam sikap skeptis. Tidak jarang kita mendengar ada orang yang mengungkapkan keyakinan negatif, misalnya “Tidak ada orang jujur yang bekerja di lembaga-lembaga tertentu”, atau, “Setiap petugas hanya akan memberi servis bagus, bila diberi uang pelicin”, atau, “Setiap proyek perbaikan ujung-ujungnya menjadi ajang korupsi dan tidak mungkin berhasil.”
Bisa kita bayangkan betapa kesalnya kita, kalau menjadi pembuat program atau penerima tanggung jawab yang belum-belum sudah tidak mendapat restu dari masyarakat atau calon pengguna program. Sikap skeptis dan tanpa keyakinan ini tentu saja sangat berbahaya. Bila kita dari awal sudah tidak mendukung perubahan, tidak meyakini jalan keluar, bahkan menunjukkan sikap berlawanan, bayangkan apa yang akan terjadi?
Keyakinan negatif, perlahan tapi pasti menggerogoti keinginan untuk berubah. Bisa jadi, di sinilah sumber kegagalan kita dalam mencanangkan perubahan. Bila kita bertanya-tanya, mengapa situasi tidak berubah, bahkan bertambah buruk, seharusnya kita bertanya pada diri kita sendiri dulu, apakah kita mendukung dan menanamkan keyakinan positif untuk mewujudkan perubahan?
(Eileen Rachman & Sylvina Savitri, EXPERD Consultant)
0 comments:
Post a Comment